Larasmadya Santiswara : Indahnya Senandung Doa
Larasmadya Santiswara : Indahnya Senandung Doa
Santiswara Pakumpulan, (Laras Slendro, Pathet Songo)
Kawiwitan kanthi nyebut Asma Gusti,
Allah ingkang Maha Asih
Ingkang agung pengwasanane mring kawula
Hamung Allah ingkang pantes dipun sembah
Datan wonten ingkang saged hanandhingi
Ayem tentrem njoring batos
Sami nindakke agami
Mangga kanthi tuhu
Sumuyut ing ngarso Robbi
(Terjemahan)
Dimulai dengan menyebut nama Tuhan,
Allah yang Maha Pengasih
Yang maha besar kekuasaanNya terhadap makhlukNya
Hanya Allah yang pantas disembah
Tidak ada yang menyamaiNya
Damai sejahtera di dalam hati
Karena menjalankan agama
Mari dengan sungguh-sungguh
Mengabdi kepada Allah.
Syair tembang berisi doa dan petuah agama
Untaian syair-syair indah tetembangan jawa, mengalun dengan khidmat di malam itu. Syair indah tersebut berisikan doa-doa dan petuah-petuah bijak di jalan agama. Nada-nada indah mengiring lantunan dari segala sembah dan puji bagi keagungan Allah, serta Sholawat bagi Sang Nabi Muhammad. Senandung doa-doa tersebut, berpadu secara harmonis dengan seperangat kecil gamelan yang terdiri dari Kemanak, Kendang dan Trebang. Denting ritmis suara Kemanak yang menggema pelan bersaut-sautan dengan suara rancak dari alat musik Trebang, sementara itu Kendang hadir menyisip di antara jeda suara Kemanak dan Trebang sebagai pengatur tempo serta tekanan. Gabungan dari ketiga alat musik tersebut memberikan nuansa yang hening, sakral dan magis. Ketika dipadukan dengan lantunan lembut tembang Macapat dengan syair-syair yang bertemakan religi, Santiswara Larasmadya tidak hanya sekedar indah untuk dinikmati, namun mampu menghadirkan suasana meditatif yang menyejukkan hati pendengarnya.
Kemanak berfungsi mengatur ritme Santiswara mempunyai arti doa (santi) dengan senandung lagu atau suara (swara). Larasmadya berarti irama (laras) yang bersahaja (madya), dengan demikian Santiswara Larasmadya mempunyai arti sebagai doa yang dilantunkan dalam senandung lagu dalam irama yang bersahaja. Bersahaja dalam hal ini mengacu pada kesederhaan penyajiannya. Berbeda dengan sajian seni karawitan pada umumnya yang memakai beragam jenis gamelan lengkap, Santiswara Larasmadya hanya menggunakan tiga instrument dasar sebagai pengiring tetembangannya, yaitu Kemanak, Trebang dan Kendang. Kadang dalam pementasan tertentu digunakan juga gamelan sejenis Slenthem, Gender dan Gong sebagai variasi semata. Kesenian ini muncul di era pemerintahan Paku Buwana ke-V disekitar abad ke 17-18 Masehi. Sejarah awal kesenian Santiswara terdokumntasikan dalam Serat Wedhapradangga karya R.Ng. Pradjapangrawit yang berisi tentang sejarah gamelan dan gendhing-gending jawa. Penambahan jenis tetembangan Larasmadya muncul pada saat pemerintahan Paku Buwana ke-X. Baik Santiswara maupun Larasmadya tidak ada perbedaan dalam segi irama di antara keduanya. Yang membedakan yaitu dalam Santiswara teks tetembangan menggunakan syair-syair Sholawat sedangkan tembang dalam Larasmadya diambil dari teks Macapat sepeti Pocung, Mijil, Gambuh, Kinanthi, Dhandhangula, dll. Dalam pementasannya, baik Santiswara maupun Larasmadya dipentaskan tanpa ada pemilahan tertentu, oleh karena itu kesenian ini pun mempunyai satu penyebutan tunggal yaitu Santiswara Larasmadya.
Penabuh 'trebang', alat musik sejenis rebana Malam itu, keindahan lantunan Santiswara Larasmadya bergaung dari sebuah kampung kecil di tepian Bengawan Solo. Sebuah kampung yang bernama Kaplingan, yang terletak di Kecamatan Jebres, Surakarta. Kelompok Kesenian Santiswara Larasmadya ini diberi nama Wening Ati yang mempunyai arti “Hati yang Tenang”. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1996, diprakarsai oleh Waluyo Sastro Sukarno, seorang dosen ISI Solo yang juga merupakan warga dari Kampung Kaplingan. Minimal sekali dalam seminggu, mereka berlatih memainkan Santiswara Larasmadya di Pelataran Masjid atau bergilir di rumah-rumah warga setempat. Kesenian ini berhasil merekatkan warga Kampung Kaplingan dalam sebuah wadah kegiatan budaya yang positif. Selain sebagai wahana menyebaran nilai-nilai mulia spiritual Islam, kelompok Santiswara Larasmadya Wening Ati juga merupakan sebuah usaha rintisan untuk menjaga kelestarian kesenian yang makin langka di tanah kelahirannya sendiri, di Kota Surakarta.
Pak Waluyo, penabuh kendang sekaligus pimpinan kelompok Santiswara 'Wening Ati' Mengajar tanpa menggurui itulah makna yang dapat diresapi dari kesenian Santiswara Larasmadya. Dengan dikemas dalam tembang-tembang indah dan diiringi alunan merdu gamelan yang menggema dengan khidmat, kesenian ini mampu menarik orang agar menyimak pesan-pesan religi yang dibawakannya dengan tanpa terpaksa. Melalui ketenangan, keindahan, keselarasan dan harmonisasi yang tercipta dari Santiswara Larasmadya, kesenian ini mengkondisikan kejernihan hati dari pendengarnya sebagai kondisi awal yang dibutuhkan oleh jiwa agar mampu meresapi pesan-pesan mulia dari ajaran agama. Sebagaimana pesan moral tentang kebaikan yang berlaku universal, keindahan musik juga mempunyai nilai universal bagi semua kalangan, sehingga sajian Santiswara Larasmadya mampu menembus sekat-sekat perbedaan dan bisa diterima oleh semua orang. Santiswara Larasmadya dari Kampung Kaplingan ini juga merupakan sarana yang tepat agar nilai-nilai mulia dalam Islam dapat disebarluaskan, dibagikan kepada sesama dengan cara-cara yang indah pula. Salam Kratonpedia.
Penuh penghayatan
Tak lupa singkong goreng menemani di saat rehat sejenak
Artikel Terkait
Bagikan ke teman kamu ya
No comments:
Post a Comment